Republic F-105D Thunderchief Military Jet -->

Mainan Militer

Mainan Militer

Monday, 23 July 2012

Boneyard, Kekuatan AU Ke-3 Terbesar di Dunia


Inilah tempat pesawat-pesawat tua yang akan dilupakan dengan wilayah seluas 2600 hektar di sebuah gurun di Amerika Serikat. Tetapi tidak semua mati sia-sia, beberapa diantaranya disimpan untuk dipreteli dan difungsikan kembali menggantikan suku cadang pesawat yang masih aktif. 
Disebut Boneyard, pesawat yang disimpan disana dihargai $ 35 trilyun. Tempat ini terletak di wilayah Davis-Monthan Airforce Base di Tucson Arizona. Sebuah pangkalan udara militer milik AS. 

Boneyard dilihat dari udara
Disini disimpan sekitar 4200 bangkai pesawat AU, AL dan AD Amerika Serikat. Wow terbayang banyaknya. 

Beberapa pesawat dengan tipe yang sama dikelompokkan di satu area. 
Identifikasi beberapa pesawat yang dikelompokkan dalam area yang sama
Pesawat yang masih bisa dipakai kembali dalam keadaan darurat mengambil porsi sekitar 20% saja. Sisanya sudah tidak terpakai (surga buat diloakin, kalau disini). 

Tujuan penggunaan kembali yang 20% itu adalah untuk menghemat biaya suku cadang. Sekitar $ 568 juta bisa dihemat dengan program daur ulang dari tempat ini.  


F-4 Phantom Fighter-Bomber


Pembom B-52 Stratofortress

Karena keunikannya, beberapa kali insan Holywood mengambil latar di tempat ini. Kalau kita lihat film Transformer, ada adegan yang mengambil setting di Boneyard. 
bagaimana dengan Indonesia? Bagaimana pemandangan pangkalan udara kita dilihat dari udara, ada atau tidak sih tempat bangkai pesawat-pesawat TNI AU ditempatkan? Kalau ada, kasih tau TS ya di kolom komentar :)

Yuk lihat suasana di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma dari atas : )


Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma

Bagaimana pendapat agan? masih sepi ya, terus pesawatnya kok numpuk-numpuk ya posisinya :). Sepertinya perlu ditambah ini pesawatnya, masa negara sebesar ini pesawat tempurnya masih jarang-jarang ya...

Salam dari saya

tukang mainan pesawat-pesawatan

Sumber:
www.dailymail.co.uk
Google Earth

Friday, 24 February 2012

Pesawat Mata-Mata Nirawak (UAV) Indonesia

Pesawat ringan dengan tanpa awak di Indonesia disebut PUNA (Pesawat Udara Nir Awak). Ini adalah kendaraan udara tanpa awak yang digunakan untuk keperluan pengintaian, pemetaan, pemantauan, pengawasan atau observasi dari udara. PUNA Indonesia telah disesuaikan kondisi geografi lndonesia yang demikian "berat". PUNA dimanfaatkan karena adanya kondisi tertentu yang bisa membahayakan keselamatan awak/pilot pesawat udara.  


PUNA Indonesia, juga tidak kalah dari yang dimiliki negara adidaya Amerika Serikat. Ia dilengkapi dengan sistem navigasi dan kendali terbang jarah jauh yang akurat, sistem komunikasi data-link yang mampu terus-menerus mengirimkan data status pesawat, target dan informasi penginderaan dengan format gambar digital secara real-time. Dengan bobot ringan, PUNA mudah bermanuver sehingga membuatnya praktis digunakan untuk berbagai tugas.
Adalah peneliti Indonesia dari BPPT yang merancang dan membangun pesawat nirawak ini seperti: Ir. Joko Purwono, M.Sc, Ir.Akhmad Rifai, M.Sc, Ir. Bambang Mulyadi, Ir. Djatmiko, Ir.Adrian Zulkifli, Ir.Karyawan, M.Eng, Dewi Habsari Budiarti, ST, Jemie Muliadi, ST, Dyah Jatiningrum, ST, dan Akhmad Farid Widodo, ST, M.TT.
Tujuan dari PUNA ini adalah : "Penggunaan 'mata' dan sistem penginderaan yang canggih dan komunikasi yang real-time memungkinkan kita untuk melihat apa yang dilihat dari PUNA tanpa harus berada di dalamnya.
Jika dibandingkan dengan UAV Amerika Serikat, PUNA Indonesia berbeda tujuannya. Amerika Serikat menggunakan UAV untuk keperluan mata-mata militer, inteljen dan membawa bom serta menyerang sasaran, sementara PUNA Indonesia digunakan untuk kepentingan pemetaan geografi, tetapi tidak menutup kemungkinan digunakan untuk mengumpulkan data intelijen. 
PUNA/UAV Indonesia:
UAV Gagak

Smart Eagle II

Wulung


Srinti


Wulung Sedang Beraksi
Pesawat nirawak semakin populer setelah Amerika Serikat selalu melibatkan penggunaannya dalam berbagai matra tempur berbagai medan di seluruh dunia terutama Timur Tengah. Seperti di Iran, dimana baru-baru ini UAV AS berhasil ditembak jatuh oleh pertahanan udara Iran. 
Tak hanya itu, di dunia film, beberapa kali UAV digunakan seperti pada film The Day the Earth Stood Still dan Skyline.
Penggunaan UAV dalam Skyline Movie
Sekian...
Mau bermain-main dengan mainan militer, silakan kunjungi:
Sumber: 
Foto dari berbagai sumber

Sunday, 15 January 2012

Hari Peristiwa Kapal Tujuh (Zeven Provincien)

Surabaya, 4 Februari 1933. Pelabuhan ini merupakan puncak dari sebuah unjuk rasa besar para pelaut Indonesia terhadap Angkatan Laut Kerajaan Belanda. Melalui seorang marconis (petugas radio) berita itu disampaikan kepada semua pelaut yang bertugas di luar Surabaya. Telegram itu sampai juga di atas Kapal Perang De Zeven Provincien yang sedang melakukan patroli di sebelah barat Aceh.
Kapal Zeven Provincien 1933
Dari kamar marconis, telegram itu dibocorkan seorang kelasi Belanda Moud Boshart kepada para pelaut Indonesia. Peristiwa berdarah itu kemudian memengaruhi kebijakan politik Kerajaan Belanda terhadap jajahannya, Hindia Belanda, sedangkan Gubernur Hindia Belanda De Jonge ­mengeluarkan UU yang ­kemudian dikenal sebagai Hatzai Artikelen (yang ­kemudian dipakai juga oleh rezim Soeharto). Setelah 77 tahun berlalu, peringatan Pemberontakan Kapal Tujuh atau yang juga dikenal sebagai De Zeven Provincien Affair tidak pernah dilakukan secara resmi. Oleh karena itu, generasi sekarang sangat asing dengan peristiwa heroik itu, karena jenjang waktu yang sangat panjang dan tidak tertulis dalam sejarah Indonesia. Padahal, ketika Taman Makam Pahlawan Kalibata baru jadi dan masih kosong, Presiden Soekarno memerintahkan untuk mengisi TMP itu dengan kerangka para pejuang yang tewas dalam peristiwa itu, dipindahkan dari Pulau Kelor di Kepulauan Seribu.
Moud Boshart
Pemberontakan itu oleh pers Amerika dilukiskan sebagai pertama kali terjadi di dunia, di mana marinir (anggota Angkatan Laut) pribumi di sebuah kapal perang kolonial mengambil alih sebuah kapal perang. Kelasi-kelasi Indonesia yang berada dalam tubuh Angkatan Laut Kerajaan Belanda yang selalu dipandang rendah, tiba-tiba memberontak. Dengan gagahnya, sebagaimana ditulis Moud Boshart, kelasi Belanda yang berpihak pada para pemberontak: tanpa mengikuti sekolah pelayaran, kelasi Martin Paradja meng­ambil alih pimpinan da­lam pelayaran membangkang, yaitu “Kembali ke Surabaya”. Paradja sebelumnya tidak pernah mengikuti sekolah pelayaran. Akan tetapi, lelaki yang lahir dalam deburan ombak Laut Sawu itu dengan percaya diri memimpin teman-temannya kembali ke Surabaya untuk mendukung gerakan mogok yang dilakukan para marinir di sana. Para kelasi Indonesia berhasil melumpuhkan para perwira Belanda mengambil alih kapal itu dari para opsir Belanda. Kelasi Paradja bertindak memegang komando, Ke­lasi kelas satu Kawilarang yang punya pengalaman di Eropa ber­fungsi sebagai navigator.
Ke­lasi Rumambi berada di bagian komunikasi telepon, Hendrik sebagai pengatur bahan bakar, dan Kopral Gosal yang meng­urusi bagian kesehatan. Moud Boshart dalam ma­jalah De Ulienspiegel edisi 3 Februari 1963, sebagaimana dikutip dalam Surat Pembaca nomor 3 Komisi Indonesia CPN: “Saya merasa jenuh, karena semalaman tidak bisa tidur. Keesokan harinya Ko­mandan dengan sia-sia mencoba berunding dan mengambil hati pelaut Indonesia yang kini menjadi majikan di kapal perang Belanda itu.” Solidaritas Pemberontakan Kapal Tujuh itu terjadi karena rasa nasionalisme yang mulai menjalar ke tubuh anggota marinir pribumi dalam korps Angkat­an Laut Kerajaan Belanda. Rasa penghinaan yang lama dirasakan karena adanya perbedaan perlakukan di antara para kelasi Belanda dan pribumi sangat mencolok.
Ratusan pelaut di Surabaya melakukan pemogokan tanggal 3 Februari 1933 untuk memprotes keputusan penurunan gaji pegawai pemerintah Hindia Belanda sebesar 17%, yang diumumkan pada tanggal 1 Januari 1933. Tanggal 5 Februari, awak pribumi di Kapal Zeven Provincien yang sedang melakukan pelayaran dinas dan patroli di wilayah barat Sumatera menyatakan solidaritas dengan gerakan rekan-rekan mereka di Surabaya. Ketika itu, suasana politik sedang menghangat. Di Eropa, Hitler bersiap mengambil alih pimpinan, dan gerakannya menakutkan tetangga-tetangganya, termasuk Belanda. Sementara itu, di Hindia Belanda sejak 1926 banyak terjadi pemberontakan hebat yang menentang kekuasaan pemerintahan Belanda. Ditangkapnya kembali Bung Karno yang sudah menjadi ikon pergerakan malah menambah berkobarnya semangat nasionalisme. Pemogokan marinir dimulai di Surabaya, dan para pelaut di Kapal Tujuh mengirimkan telegram mendukung: “lanjutkan aksimu”.
Buruh di Pangkalan AL Surabaya, Hindia Belanda
Suasana di kapal pun menjadi sangat panas. Para anggota marinir pribumi sudah bertekad akan berjuang sampai titik darah terakhir. Untuk menenangkan situasi para perwira Belanda malah membuat blunder. Mereka mengadakan pesta di kantin KNIL di Uleelheue, Aceh, dengan membuang duit sebesar 500 gulden, dan menyediakan nona-nona Belanda untuk berdansa dengan para pelaut pribumi. Tetapi pelaut Indonesia menolak hadir. Malam harinya, tiba-tiba seorang letnan yang berpesta di darat memerintahkan Boshart membawanya pulang ke kapal. Ternyata perwira jaga di kapal sudah tewas. M Sapiya dalam bukunya, Pemberontakan Kapal Tujuh, mengisahkan bahwa ia dibantai Martin Paradja di tangga kapal. Kapal sudah dikuasai marinir Indonesia yang bersenjata. Meriam sudah terisi, lampu sein dicopot. Martin Paradja dan Gosal memberi perintah. Raut wajah para marinir Indonesia yang bersenjata terlihat sangat keras, tulis Moud Boshart.
Seorang perwira, Baron De Vos van Steenwijk, yang semula masih mencoba menguasai ruang marconis, kemudian mundur dan meletakkan senjatanya. Awalnya, pemberontakan direncanakan pukul satu dini hari. Akan tetapi, siang hari tanggal 6 Februari 1933, Martin Paradja tertangkap basah ketika dia membongkar gudang amunisi. Ketika menghadap opsir Paradja ia hanya mengenakan jins pendek dan kaus belel. Opsir itu membentak marah. Paradja dianggap tidak sopan. Paradja malah membalas dengan mengeluarkan komando agar pemberontakan dimulai. Ini lebih awal dari rencana. Dalam pemberontakan itu semua marinir Indonesia sehati untuk melayarkan Kapal Tujuh kembali ke Surabaya. Kenyataan ini merupakan tamparan bagi rasa sombong orang Eropa yang menganggap bahwa orang Indonesia hanyalah pekerja rendahan yang bisa dibohongi.

Deputi Laksamana C. Baron de Vos van Steenwijk

Tanpa mengikuti sekolah pelayaran pun, ternyata kelasi Paradja mampu memimpin pelayaran kali ini. Hal ini sangat merendahkan para perwira Belanda. Keesokan harinya, opsir mencoba berunding untuk mengambil hati marinir Indonesia yang telah menjadi majikan di kapal perang Belanda. Upaya perundingan ditolak oleh para pemberontak. Gubernur General De Jonge di Batavia memutuskan mengirimkan pasukan dengan kapal perang Aldebaran. Martin Paradja membidikkan meriam kaliber 15 cm untuk mengancam Aldebaran. Pada hari kelima setelah melewati Selat Siberut, ada masuk telegram untuk mengikuti perintah di bawah pengawasan Kapal Penjelajah Java, tetapi Martin Paradja pemimpin Kapal Tujuh menolak mentah-mentah perintah ini dan membalas telegram: “Tetap berlayar ke Surabaya”.
Komandan Kapal Perang Java, Kapten van Dulm terus membuntuti Kapal Zeven Provincien. Ia juga memberi ultimatum agar pemberontak segera menyerah dan mengibarkan bendera putih. Akan tetapi, peringatan tersebut tidak dipedulikan oleh para pemberontak. Akhirnya, van Dulm mengambil tindakan kekerasan untuk menghentikan pemberontakan tersebut. Menyerah Pada hari Jumat, 10 Februari 1933, tepat Jam 09.18 pagi, bom pertama dijatuhkan dari pesawat terbang militer Dornier, tepat di atas geladak Kapal Zeven Provincien, menewaskan 20 awak Indonesia dan tiga awak Belanda.
Pemimpin pemberontakan Martin Paradja termasuk yang tewas dalam pengeboman itu. Melihat banyak korban yang bergelimpangan, Kawilarang yang mengganti posisi Paradja sebagai pemimpin, akhirnya menyatakan menyerah dan meminta bantuan medis segera. Para pemberontak yang masih hidup dibawa dengan Kapal Java dan rekan-rekan pemberontak berkebangsaan Belanda dibawa dengan Kapal Orion menuju Pulau Onrust. Para awak Indonesia yang ditahan terdiri dari 100 orang yang tidak diborgol dan 50 orang yang diborgol. Sementara itu, awak Belanda terdiri dari 28 orang yang diborgol dan empat orang yang tidak diborgol dijebloskan ke penjara militer di Sukolilo, Madura, di mana sudah terdapat sekitar 400 marinir pemberontak di sana. Secara keseluruhan, para pemberontak dituntut 644 tahun oleh Mahkamah Militer.
Gubernur Jenderal De Jonge mendapat serangan atas terjadinya pemberontakan para pelaut Indonesia di atas Kapal Perang Zeven Provincien itu. Apalagi, ada beberapa pelaut orang Eropa yang membantu pelaut-pelat Indonesia itu, seperti Moud Boshart. Kaum nasionalis, seperti Soekarno, menjadi kambing hitam sebab-sebab terjadinya pemberontakan itu. Akibat berita itu mendapat tempat di halaman muka pers Amerika, beberapa media di Indonesia terkena getahnya. Harian Soeara Oemoem milik Dr Soetomo diberedel. Pemimpin redaksinya, Raden Tahir Tjindarboemi, ditahan, diadili, dan dipenjara. Raden Tahir Tjindarboemi, setelah lulus dari Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS) di Surabaya, lebih memilih menjadi wartawan ketimbang menjadi dokter Belanda. Ketika kemerdekaan, para pelaut dilepas dari Penjara Sukolilo dan mendirikan Ikatan Bekas Marine, dan selalu memperingati gerakan mereka pada setiap tanggal 3 Februari dan menyanyikan lagu “Mars Sukolilo”. Andre Therik, seorang pelaku mengatakan: “Penurunan gaji hanya momentum bagi meletusnya pemberontakan itu.

Awak Pemberontak Zeven Provincien Digiring ke Pengadilan, 1933. Banyak Pelaut Belanda seperti Boshart yang Bersimpati dengan Orang Indonesia.


Seni Litograf: "Three days from the life of Maud Boshart, sailor on the Zeven ProvinciĆ«n bombed" Colijn 1933; Signed and numbered: 47/60 Robbert de Bakker 1976

Size: 50 x 65 cm Condition: vintage itemnumber: art101
Para pelaut Indonesia yang sudah bermimpi akan kemerdekaan Indonesia yang mendorong kami memberontak.” Walau pemberontakan hanya berlangsung seminggu, tetapi dampaknya sangatlah besar. Implikasinya di dalam negeri, kebanggaan nasional makin menjalar. Organisasi pergerakan yang tersebar menyatu dalam Parindra (Partai Indonesia Raya) pimpinan dokter Soetomo, mendapat tekanan dan diberedel. Selain beberapa media diberedel, tokoh-tokoh politik seperti Hatta dan Sjahrir dibuang ke Boven Digul, menyusul Soekarno dibuang ke Ende. Pengawasan terhadap gerakan politik diperketat. Di luar negeri, Belanda sangat merasa malu, apalagi Jerman dan Jepang dapat mengukur kelemahan Angkatan Laut Kerajaan Belanda, karena peristiwa itu terjadi di ambang Perang Dunia II. Media Jepang bahkan mengutip ucapan Kawilarang setelah dijatuhi hukuman 17 tahun: “Dihukum mati pun saya merasa bangga, karena bagaimanapun saya pernah memimpin De Zeven Provincien, kapal perang kebanggaan Kerajaan Belanda.” 

Kapal Perang Zeven Provincien Kini

Kapal AL Kerajaan Belanda De Zeven Provincien HNMLS Tromp (F-803) melintasi Kapal Induk AS USS Harry S Truman (CVN-75) di Lautan Atlantik - 19 September 2009 (USN)

Sumber: - Sinar Harapan
Untuk Memperingati Hari Peristiwa Kapal Tujuh TNI AL, maka situs www.mainanmiliter.com memberikan diskon spesial untuk semua produk-produk kapal lautnya dengan DISKON sebesar Rp. 15.000 untuk produknya, silakan hubungi 0856 787 3158. 



Saturday, 7 January 2012

Badut India vs Badut Pakistan, Wagah Border

Perbatasan Wagah atau dikenal sebagai Wagha Border sering disebut sebagai "tembok Berlin-nya Asia". Tapal batas ini adalah perlintasan antar negara India - Pakistan dimana setiap petang diadakan upacara penurunan bendera yang telah menjadi tradisi sejak 1959. Pada saat itu diadakan parade oleh Border Security Force (BSF) (penjaga perbatasan India) dan pasukan Ranger Pakistan. Parade yang mereka lakukan tergolong agresif dan bahkan sangat tidak ramah pada orang asing. Pasukan kedua negara memamerkan seragam mereka dengan sorban warna-warni. Apa yang terjadi di perbatasan Wagah ini menjadi cerminan atau barometer hubungan India-Pakistan selama bertahun-tahun. 


Wagah Border, Perbatasan India-Pakistan


Pasukan Perbatasan India, nampak seperti badut
 VS
Pakistan Ranger
Upacara unik dan lebay ini dimulai dengan parade tentara kedua negara dan berakhir dengan penurunan bendera secara bersamaan dan terkoordinasi. Ketika matahari terbenam, gerbang dibuka dan bendera diturunkan. Bendera dilipat dan upacara diakhiri dengan jabat tangan pasukan kedua negara. Upacara ini telah menjadi tontonan bagi banyak wisatawan lokal India-Pakistan dan turis internasional. 
Yuuk kita lihat aksi mereka...
BSF India, Siaap

Pakistan Ranger, gak mau kalah


Provokasi 
Wheey


Muka Rahwana
Lebih lebay lagi...





Penurunan bendera...



Jabat tangan...

Penontonnya banyak...


Lihat yang gerak-gerak gaaan...


Tapi sekarang upacara ini, kabarnya sudah dihentikan sejak tahun 2010 lalu,...tapi cek dulu ya di google, siapa tahu bisa kesana ngeliat yang langka kaya ginian.

Gitu dulu gan, ada topik baru ane sambung lagi pekan depan...dan jangan lupa...

Main-main dulu kesini gan

CEO
Republic F-105D Thunderchief Military Jet